Wasantara.online @ Jakarta - Kepala Badan Standarisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Doddy Rahadi menyampaikan industri manufaktur berperan penting dalam mewujudkan ekonomi sirkular, salah satunya adalah peran produsen dalam memproduksi barang yang dapat didaur ulang dan menggunakan bahan baku daur ulang.
“Sektor industri daur ulang
diharapkan dapat berkontribusi dalam mendukung substitusi bahan baku impor,”
kata Doddy saat pra-konferensi menuju Hannover Messe 2021 yang ditayangkan
virtual di Jakarta, Kamis (8/4/2021).
Berdasarkan data 2019, Indonesia
memiliki sekitar 60 perusahaan industri daur ulang plastik. Perusahaan-perusahaan
tersebut menggunakan bahan baku daur ulang atau scrab impor sebesar 30
persen dari total kebutuhan bahan baku sebesar 972 ribu ton plastik.
Di samping itu, kegiatan daur ulang
juga telah berkembang pada komoditi kertas, tekstil, elektronika, kaca,
keramik, logam, dan otomotif.
Permasalahan industri manufaktur,
seperti terbatasnya bahan baku lokal dan persaingan yang semakin ketat,
menuntut industri untuk melakukan efisiensi sumber daya dan meningkatkan
kualitas produk serta proses produksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Inovasi untuk meningkatkan
pemanfaatan limbah dan sampah menjadi bahan baku alternatif sekaligus sebagai
bahan substitusi impor perlu dilakukan.
Kementerian Perindustrian saat ini
sedang mengembangkan sebuah program terkait Smart-Eco Industrial Parks.
Dalam pengembangan Smart-Eco
Industrial Parks tersebut, terdapat beberapa aspek-aspek untuk dilaksanakan di
antaranya adalah Smart Energy Management dan Smart Water Management. Kedua
aspek ini sejalan dengan penerapan prinsip-prinsip industri hijau yaitu
Efisiensi Sumberdaya melalui Manajemen Energi dan Manajemen Air.
“Kedepannya, peran Sertifikat Industri
Hijau (SIH) perlu diperkuat untuk
bersinergi dengan Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PROPER),” ujar Doddy.
Menurut Doddy, industri yang telah
memiliki Sertifikat Industri Hijau (SIH) perlu diusulkan untuk mendapat
insentif atas kontribusi dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
“Perlu juga dilakukan pembinaan
terhadap perusahaan-perusahaan industri untuk mendapatkan peningkatan nilai
proper sehingga sekurang kurangnya menjadi level biru,” ujar Doddy. (ant/Edi)