Wasantara.online @ Makassar - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro menyampaikan ucapan pamit sebagai setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui usulan pemerintah menggabungkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Ucapan pamitan itu disampaikan Bambang saat berpidato dalam acara Peresmian 'Science Techno Park' di Universitas Hasanuddin, Makassar, Jumat (9/4) kemarin.
"Saya ingat, kunjungan daerah pertama saya sebagai Menristek adalah ke Unhas. Waktu itu saya membuka joint group meeting Indonesia-Prancis dalam bidang penelitian, didampingi ibu rektor.
Hari ini mungkin akan jadi kunjungan terakhir saya ke daerah sebagai Menristek. Karena sesuai hasil sidang paripurna DPR tadi, Kemenristek akan dilebur ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," kata Bambang.
"Jadi, akhirnya enggak ada lagi Kemenristek dan enggak ada lagi kunjungan daerah dari Menristek ke mana pun," lanjutnya.
Bambang sempat heran karena secara kebetulan lokasi kunjungan terakhirnya sebagai Menristek sama persis dengan lokasi kunjungan perdananya sebagai Menristek pada 2019.
"Kok entah kenapa Sulsel juga yang menjadi tempat kunjungan saya di akhir. Mungkin karena ada sambutan baik dan Unhas selalu menunjukan prestasinya," ungkapnya.
Sebelumnya pada Jumat (9/4) pagi DPR menyetujui penggabungan Kemenristek ke Kemendikbud.
Persetujuan itu diambil dalam rapat paripurna DPR yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
"Apakah hasil keputusan rapat Bamus pengganti rapat konsultasi terhadap pertimbangan penggabungan dan pembentukan kementerian dapat disetujui?" tanya Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin rapat paripurna tersebut.
"Setuju," jawab anggota dewan yang hadir.
Selain menggabungkan Kemenristek ke Kemendibud, Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga akan membentuk lembaga baru, yakni Kementerian Investasi.
Dasco menerangkan, keputusan pemberian persetujuan terhadap rencana pemerintah menggabungkan Kemenristek ke Kemendikbud dan membentuk Kementerian Investasi itu diberikan setelah pihaknya menerima Surat Presiden Nomor R-14/Pres/03/2021 perihal Pertimbangan Pengubahan Kementerian.
Surat itu kemudian dibahas dalam Rapat Konsultasi pengganti Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada Kamis (8/4).
"Sesuai hasil rapat konsultasi pengganti rapat Bamus 8 April 2021 yang telah membahas dan menyepakati yakni penggabungan sebagian tugas dan fungsi Kemenristek ke Kemendikbud sehingga menjadi Kemendikbud dan Ristek, dan Pembentukan Kementerian Investasi untuk meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan," kata
Rencana pemerintah menggabungkan Kemendikbud dan Kemenristek menjadi Kemendikbud dan Ristek cukup mengejutkan karena di awal periode pertama pemerintahannya, Jokowi membentuk pos Kemendikbud dan Kemenristek Dikti.
Saat itu, Mendikbud adalah Anies Baswedan sementara Menristek Dikti adalah M Nasir.
Namun di periode keduanya Jokowi kembali menggabungkan fungsi Dikti ke Kemendikbud.
Nadiem Makarim kemudian ditunjuk menjadi Mendikbud, sementara Kemenristek tetap menjadi sebuah kementerian.
Tapi ada badan baru berupa Badan Riset dan Inovasi Nasional yang melekat. Kementeriannya menjadi Kemenristek/BRIN.
Fungsi Ristek kini justru digabung ke Kemendikbud menjadi Kemendikbud dan Ristek.
Belum jelas bagaimana nasib BRIN setelah penggabungan ini, apakah digabung di bawah Kemendikbud dan Ristek atau menjadi satu badan tersendiri.
Tak jelas juga bagaimana nasib Bambang Brodjonegoro maupun Nadiem Makarim setelah peleburan ini.
Entah siapa di antara mereka yang akan memimpin kementerian baru itu.
Demikian juga soal lembaga baru bernama Kementerian Investasi.
Pihak Istana tak merespons saat ditanya soal nomenklatur kementerian dan perubahan posisi menteri itu.
Begitu juga Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko, menolak menjawab hal itu saat ditanya dalam jumpa pers di kantor KSP, Gedung Bina Graha, Komple Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat, (9/4).
Seiring persetujuan DPR terkait rencana pemerintah merombak dan menambah nomenklatur baru di pemerintahan, isu kocok ulang kabinet (reshuffle) pun kembali mengemuka.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hendrawan Supratikno mengatakan reshuffle hampir pasti dilakukan setelah adanya perubahan kursi kepemimpinan tingkat menteri di kabinet.
"Konsekuensinya demikian (reshuffle). Kita tunggu saja," kata Hendrawan.
Meski begitu, ia mengaku belum tahu kapan reshuffle digelar.
Baca juga: Kisah Perempuan Buronan Kejati Sulbar dan Buronan Bos Toko Kedelai, Ada Sayembara Rp 20 Juta
Sementara itu Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Syaifudian menyerahkan keputusan kepada Jokowi siapa yang akan ditunjuk menjadi menteri setelah dua kementerian itu digabung.
Hanya saja, ia mengusulkan dan menyebut akan baik jika Nadiem Makarim yang saat ini menjabat Mendikbud dapat memimpin kementerian tersebut.
Meski begitu, ia mengaku belum tahu kapan reshuffle digelar.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Syaifudian menyerahkan keputusan kepada Jokowi siapa yang akan ditunjuk menjadi menteri setelah dua kementerian itu digabung.
Hanya saja, ia mengusulkan dan menyebut akan baik jika Nadiem Makarim yang saat ini menjabat Mendikbud dapat memimpin kementerian tersebut.
”Karena porsi tanggung jawab yang ada saat ini di Kemendikbud jauh lebih luas, maka sewajarnya Mendikbud (Nadiem Makarim) yang akan me-lead. Sementara BRIN akan menjadi badan independen di bawah Presiden, juga perlu pemimpin yang kompeten, sebagai info, faktanya 90 persen penelitian dilakukan perguruan tinggi," kata Hetifah.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai penggabungan tersebut bakal membebani kerja Kemendikbud.
"Pasti ini pasti menambah beban bagi Kemendikbud. Karena kan sebelumnya kan sudah pisah dikti ristek, terakhir nambah dikti, sekarang nambah ristek. Yang pasti beban, pasti ada tambahan beban," kata Huda kepada wartawan, Jumat (9/4).
Politikus PKB itu mengatakan penggabungan kementerian selalu memiliki masalah restrukturisasi.
Menurutnya, ada tantangan mengenai Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK), anggaran hingga personel.
Dia mengingatkan pemerintah harus cepat melakukan konsolidasi karena proses penyelesaian restrukturisasi bisa sampai dua tahun.
"Jangan sampai terlunta-lunta karena fakta yang ada kan sampai dua tahun. Kalau sampai lebih dari satu tahun, risikonya saya kita semua hal strategis menyangkut soal riset ini bisa enggak jalan," ujarnya.
Menurutnya saat ini dibutuhkan riset yang mempercepat kinerja pemerintah.
Seperti saat ini Kemenristek sedang mengerjakan vaksin merah putih.
"Padahal dalam masa pandemi Covid ini kita butuh riset-riset yang sifatnya bisa mempercepat kinerja pemerintah untuk mencari alternatif-alternatif baru, temuan baru baik aspek kesehatan atau rekayasa sosial lain supaya bisa mempercepat kita bisa pulih dari pandemi Covid ini," ujarnya.
(kgm/Edi S)