Pukul 08.30 WIB, Rico tiba tanpa pemberitahuan. Lurah Edi Gurnawan, yang namanya kerap disebut warga karena sulit ditemui dan jarang hadir, ternyata benar-benar tak ada di kantor hingga pukul 09.15 WIB.
Namun yang membuat Rico berang bukan sekadar ketidakhadiran sang lurah—melainkan absensi digital yang justru menunjukkan Edi Gurnawan telah hadir.
“Saya mau lihat absensinya dulu. Sekarang, kalau mau absen, orangnya harus ada di kantor. Benar, kan?” ujar Rico, menunjuk layar komputer absensi.
Ketika data ditampilkan, kemarahan Wali Kota meledak. Nama Edi sudah tercatat masuk. Tapi kursinya kosong. Suasana kantor mendadak tegang.
“Absensinya ada, orangnya tidak ada. Siapa yang isi absensi itu? Kalau kalian bohong, saya akan periksa semuanya,” tegas Rico dengan nada tinggi.
Beberapa staf terlihat gelisah. Salah satu dari mereka akhirnya buka suara, mengakui bahwa lurah memang sering datang terlambat bahkan kerap absen tanpa keterangan.
“Saya perlu kejujuran. Kalau tidak jujur, ini semua akan saya periksa,” katanya, menatap tajam para pegawai.
Rico menyebut sidak ini adalah tindak lanjut dari laporan warga yang masuk melalui kanal media sosial resmi Wali Kota. Ia menegaskan, disiplin di tingkat kelurahan harus menjadi cermin pelayanan publik yang baik.
“Kita ingin pelayanan masyarakat berjalan baik. Tata tertib di kantor pemerintahan paling bawah ini harus jadi contoh,” ucapnya.
Kini, Inspektorat Kota Medan diturunkan untuk menyelidiki dugaan indisipliner sang lurah. Rico berjanji akan memberikan sanksi tegas jika terbukti lalai.
“Sanksi pasti ada. Ini bagian dari reformasi birokrasi yang sedang kita dorong,” tegasnya.
Sebelum meninggalkan lokasi, Rico menyempatkan diri menyapa warga yang tengah mengurus dokumen. Senyumnya tetap mengembang saat menyalami satu per satu, meski amarah terhadap sang lurah belum sepenuhnya reda.
