
Jakarta, www.waaantaraonline.com — Suasana pagi di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (24/7/2025), mendadak menarik perhatian awak media. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni datang secara resmi memenuhi undangan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto.
Namun kali ini bukan soal pemeriksaan atau pemanggilan hukum. Pertemuan itu justru mengangkat agenda yang jauh lebih besar: membedah dan memperbaiki tata kelola sektor pertambangan, khususnya yang berada di kawasan hutan, wilayah yang selama ini menjadi “zona abu-abu” antara legalitas dan kehancuran lingkungan.
“Saya diundang langsung oleh Bapak Ketua KPK. Dalam undangan dijelaskan, agendanya diskusi soal sektor pertambangan. KPK sudah menggelar kajian, dan hari ini kita mau mendiskusikan lebih detail untuk perbaikan tata kelola. Terutama pertambangan yang ada di kawasan hutan,” ungkap Raja Juli kepada wartawan sebelum masuk ke gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Tambang di Kawasan Hutan: Masalah Lama yang Tak Pernah Tuntas
Pertambangan di kawasan hutan bukan isu baru. Sudah bertahun-tahun persoalan ini menghantui pemerintah dan publik. Berbagai studi, termasuk dari KPK, mencatat tumpang tindih izin antara pertambangan dan hutan lindung, lemahnya pengawasan di lapangan, serta masifnya praktik tambang ilegal yang menyebabkan kerusakan ekologis dan kerugian negara.
Kajian KPK sendiri menemukan indikasi bahwa sebagian besar pertambangan di kawasan hutan berlangsung tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), atau bahkan tanpa izin sama sekali. Dalam banyak kasus, perusahaan tambang berlindung di balik kongkalikong dengan oknum pejabat daerah atau pusat.
Ironisnya, sejumlah kawasan hutan yang seharusnya menjadi benteng terakhir keanekaragaman hayati justru berubah menjadi tambang terbuka. Sungai tercemar, hutan gundul, satwa terusir, dan masyarakat adat tergusur.
Langkah Strategis Atau Sekadar Seremonial?
Pertemuan antara Menhut dan KPK ini bisa dibaca dalam dua cara: optimistis sebagai langkah strategis awal menuju penindakan nyata, atau skeptis sebagai bagian dari rutinitas birokrasi yang berakhir hanya pada tumpukan rekomendasi.
Namun, peran KPK dalam diskusi ini memberi nuansa berbeda. Lembaga antirasuah memiliki mandat dan kekuatan untuk menggali lebih dalam: siapa bermain di balik pemberian izin tambang di kawasan hutan? Siapa pemodal di balik perusahaan tambang bermasalah? Apakah ada aliran dana haram dari aktivitas tambang ke elit-elit politik lokal?
Raja Juli sendiri dikenal cukup progresif sejak menjabat Menhut. Namun, sektor kehutanan dan pertambangan bukanlah ladang yang mudah dibersihkan. Banyak kepentingan bersilang, dari lokal hingga nasional. Tekanan politik dan ekonomi akan besar.
Publik Menunggu Aksi Nyata
Pertemuan ini bisa jadi momentum penting, jika ditindaklanjuti dengan aksi konkret, mulai dari audit menyeluruh terhadap izin tambang di kawasan hutan, pencabutan izin ilegal, serta penindakan terhadap pejabat atau pengusaha yang bermain kotor.
Publik sudah lama tahu bahwa banyak kerusakan hutan bukan semata karena penebangan liar, tapi karena tambang yang dilindungi kekuasaan. Kini, ketika Menhut duduk satu meja dengan Ketua KPK, harapan muncul kembali.
Apakah ini awal dari operasi besar membereskan tambang-tambang ilegal di jantung hutan Indonesia? Atau hanya diskusi normatif yang menguap begitu saja?. Waktulah yang akan menjawab. Tapi satu hal pasti: hutan tak bisa lagi menunggu.