Hal ini disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kepada wartawan usai melaksanakan sholat Jumat di kantor Kementerian Agama RI, Jakarta, Jumat (9/4/2021).
Menteri Agama Yaqut
Cholil Qoumas menyebut hal ini dikarenakan Sinovac belum tersertifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Vaksin besutan Sinovac, itu harus mendapat sertifikat dari WHO. Jadi,
vaksin yang sudah disertifikasi WHO ada tiga jenis, sementara Vaksin besutan
Sinovac belum. Kalau belum, itu bukan berarti tidak," kata Yaqut.
Vaksin Sinovac memang
belum masuk dalam daftar penggunaan darurat WHO (EUL). Sekarang ini, baru ada
tiga jenis vaksin Corona yang sejauh ini sudah masuk daftar EUL, berikut
rangkuman wartawan pada Jumat (9/4/2021).
Vaksin Pfizer
Vaksin Pfizer menjadi vaksin Corona pertama
yang mendapat izin penggunaan darurat (EUL) dari Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO). Per 31 Desember 2020, WHO mengatakan vaksin berteknologi mRNA ini sudah
bisa didistribusikan ke sejumlah negara.
"Ini adalah
langkah yang sangat positif untuk memastikan akses global ke vaksin COVID-19.
Tetapi saya ingin menekankan perlunya upaya global yang lebih besar untuk
mencapai pasokan vaksin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan populasi prioritas
di mana pun," kata Dr Mariângela Simão, Assistant-Director General for
Access to Medicines and Health Products WHO, dikutip dari laman resmi WHO,
Jumat (9/4/2021).
WHO memastikan
keamanan vaksin Corona Pfizer dengan ikut mempertimbangkan efek samping dan
efikasi. Efikasi vaksin Pfizer dalam laporan terbarunya 94 persen diklaim
mencegah kasus asimptomatik atau tanpa gejala.
Sementara analisis terbaru di Israel, vaksin Corona Pfizer diklaim 97 persen efektif mencegah simptomatik, gejala COVID-19 parah, hingga kematian akibat COVID-19.
Vaksin AstraZeneca
Vaksin AstraZeneca juga ditambahkan ke dalam daftar penggunaan darurat vaksin (EUL) per 15 Februari 2021. Ada dua versi vaksin AstraZeneca, yaitu yang diproduksi AstraZeneca-SKBio (Republik Korea) dan Serum Institute of India.
Johnson and Johnson
Vaksin
yang dikembangkan Johnson & Johnson juga sudah masuk dalam daftar
penggunaan darurat WHO. Persetujuan ini diambil usai mempertimbangkan laporan
dari otoritas obat Eropa (EMA).
"Setiap
alat baru, aman dan efektif melawan COVID-19 adalah satu langkah lebih dekat
untuk mengendalikan pandemi," kata Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros
Adhanom Ghebreyesus.
Vaksin
berdosis tunggal ini juga terbukti efektif pada populasi lansia. Minusnya, sama
seperti Pfizer, vaksin Johnson & Johnson perlu disimpan di minus 20
derajat, hal ini menjadi tantangan bagi beberapa negara.
Sementara itu, vaksin Corona J&J vektor virus ini diklaim efektif hingga 66,3
persen secara keseluruhan dan efektivitas dalam uji vaksin di AS mencapai 74,4
persen, 100 persen ampuh mencegah kasus rawat inap dan kematian akibat COVID-19.
Kedua versi vaksin
AstraZeneca ditinjau SAGE pada 8 Februari, dan rekomendasi penggunaan vaksin
diberikan untuk semua kelompok usia di 18 tahun ke atas.
"Produk
AstraZeneca/Oxford adalah vaksin vektor virus yang disebut ChAdOx1-S
[rekombinan]. Itu sedang diproduksi di beberapa lokasi manufaktur, serta di
Republik Korea dan India. ChAdOx1-S diketahui memiliki kemanjuran 63,09 persen
dan cocok untuk negara berpenghasilan rendah dan menengah karena persyaratan
penyimpanan yang mudah," jelas WHO. (dnc/Edi)