
oleh :
KH. Dr. Muhammad Sontang Sihotang S.Si, M.Si*.(Kepala Laboratorium Fisika Nuklir, Prodi Fisika, Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam, Peneliti Pusat Unggulan Ipteks Karbon & Kemenyan, - Universitas Sumatera Utara (USU)-Medan, Mantan Wartawan / Kolumnis / Reporter, Wakil Pemimpin Redaksi www.WasantaraOnline.com, Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI), d/h Salemba, Jakarta Pusat, Tahun 1996 s.d 2000.Pandangan Umum
Secara umum, kawasan wisata Bukit Sibea-bea di Samosir, Sumatera Utara, merupakan salah satu icon pariwisata unggulan di kawasan Danau Toba.Pendahuluan:
Bukit Sibea-bea, sebagai bagian dari destinasi wisata spiritual Danau Toba, menarik ribuan wisatawan setiap minggu.
Lonjakan ini mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, namun juga memunculkan tantangan pengelolaan sampah & limbah domestik yang belum terstruktur.
Limbah plastik kemasan, sisa makanan, & limbah kebersihan umum semakin mengancam kebersihan lingkungan & kualitas danau toba.
Sebagai kawasan super prioritas nasional, Danau Toba membutuhkan strategi pengelolaan limbah yang aktif, kreatif inovatif & produktif serta berkelanjutan.
Penelitian ini akan mencoba menjawab bagaimana inovasi tata kelola limbah di Bukit Sibea-bea dapat diarahkan pada prinsip zero waste, sinergi SDG’s & model ekonomi hijau-biru melalui kolaborasi lintas aktor.
Metodologi:
Metode yang akan digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus & partisipatif. Data akan diperoleh melalui:
1. Observasi lapangan & dokumentasi visual kawasan Bukit Sibea-bea.
2. Wawancara dengan pelaku usaha lokal, pengelola wisata & Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Samosir.
3. Studi literatur mengenai eco-tourism, manajemen limbah & prinsip ekonomi sirkular.
Hasil & Pembahasan yang akan diharapkan :
A. Karakteristik Limbah Wisata
Jenis limbah yang dominan di kawasan Sibea-bea:
· Sampah organik (sisa makanan, dedaunan)
· Plastik (kemasan air minum, snack)
· Limbah kertas & residu kebersihan
B. Strategi Tata Kelola Inovatif
1. Bank Sampah Wisata : berbasis komunitas & pelaku UMKM
2. Komposter Wisata: pengelolaan sampah organik untuk pupuk kebun hias di sekitar lokasi proyek.
3. Pembuatan Eco-brick: kolaborasi dengan sekolah lokal dan komunitas muda
4. Sistem Insentif Digital: pemberian poin untuk wisatawan yang memilah & mengembalikan sampah
C. Integrasi SDG’s & Hepta Helix
· SDG 6 (air bersih), 12 (konsumsi-produksi berkelanjutan), 13 (perubahan iklim), 14 (eko-sistem air)
· Hepta Helix : Pemerintah Daerah, Akademisi (Universitas Sumatera Utara), Bisnis (UMKM & souvenir), Komunitas Lokal, Media (Radio Toba), Lembaga Keuangan Mikro & Wisatawan
D. Ekonomi Sirkular Hijau dan Biru
· Limbah organik → kompos → taman wisata
· Limbah plastik → eco-brick → pot, bangku taman
· Limbah kertas → kertas daur ulang untuk kemasan produk UMKM
· Edukasi & branding kawasan sebagai Zero Waste Spiritual Tourism Village
Kesimpulan:
Kawasan Bukit Sibea-bea di Danau Toba dapat menjadi percontohan nasional pengelolaan limbah wisata berbasis inovasi lokal.
Pendekatan integratif yang menggabungkan nilai-nilai budaya, teknologi tepat guna, partisipasi masyarakat & kerangka ekonomi sirkular menjadi kunci keberhasilan menuju kawasan wisata zero waste. Diperlukan dukungan kebijakan lintas sektor & aktor serta sinergi berkelanjutan antar pihak dalam kerangka hepta helix.
Referensi:
· Kemenparekraf. (2022). Panduan Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan.
· UNEP (2020). Circular Economy in Tourism.
· Pemerintah Kabupaten Samosir. (2023). Profil Kawasan Wisata Sibea-bea.
· Bappenas (2021). SDG’s Framework Indonesia.
· Gunawan, H. (2021). Tata Kelola Sampah di Kawasan Danau Toba. Jurnal Lingkungan Tropis.