MEDAN - Pimpinan Wilayah Ikatan Sarjana Al-Washliyah (ISARAH) Sumatera Utara menggelar silaturrahmi ekslusive membahas dinamika kebangsaan terkait bahaya laten politik identitas menjelang Pemilu 2024.
“Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras serta budaya. Dengan penduduk yang begitu banyak dan juga memiliki latar belakang budaya, agama serta suku yang berbeda-beda, kerapkali bangsa ini di hadapkan pada satu kondisi dimana persatuan berada diujung tanduk. Solusinya, cuma satu yakni menjadikan Bhineka Tunggal Ika sebagai sandaran politik dalam berdemokrasi yang bertujuan mempersatukan banyak masyarakat dan juga kepentingan didalamnya,” ucap Ketua PW ISARAH Sumut, Abdul Thaib Siahaan ST, di sela-sela kegiatan diskusi ekslusive berthema: ISARAH Merajut Silaturahmi Mencegah Politik Identitas Pemilu 2024, yang digelar di Stadion Café Medan, Jumat (9/12/2022).
Menurut Abdul Thaib Siahaan, politik acap kali berada dalam keadaan tidak stabil, seiring berganti-gantinya rezim pemerintahan. “Kita akui, walau keadaan demokrasi di negara kita semakin tahun semakin membaik , ada satu hal yang tak dapat dilepaskan dari perjalanan politik di Indonesia, yaitu politik identitas. Keras dan sporadisnya politik identitas lambat laun membuat masyarakat tersegregasi dan terbelah menjadi dua kubu yang berlawanan. Petahana versus oposisi. Cebong versus Kampret. Jika dikerucutkan menjadi dua kelompok, yaitu nasionalis dan agamis,” paparnya.
Dalam pandangan Abdul Thaib Siahaan, politik identitas sangat berdampak terhadap kelangsungan negara. Sebab, politik identitas memberikan ruang besar bagi terciptanya pertentangan menuju proses demokrasi menjelang Pemilu 2024. “Bila tidak dikelola dengan tepat dan bijak, akan menyebabkan hancurnya stabilitas negara. Pertentangan antara kedua-dua identitas tersebut dapat mengancam kestabilan negara apabila pemerintah tidak memiliki political will dalam menengahi isu ini,” jelas Abdul Thaib Siahaan didampingi Bendahara PW ISARAH Sumut Muhammad Rizky SE dan Ketua Tim Sarjana Penggerak PW ISARAH Sumut, M Mulyadi Koto SH.
Abdul Thaib Siahaan meminta masyarakat untuk tidak terbawa-bawa atau terikut dengan pola politik identitas yang secara berantai tersirat dikembangkan untuk memenangkan seseorang dalam Pemilu 2024 mendatang. “Mari kita cegah politik identitas dengan tetap menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika,” ujarnya seraya mengutip perkataan KH Hasyim Asy'ari : "Agama dan nasionalisme adalah dua kutub yang tidak bersebrangan. Nasionalisme adalah bagian dari agama dan keduanya saling menguatkan".
Abdul menilai ada gejala bahwa pihak-pihak tertentu menggunakan politik identitas menyongsong Pemilu 2024. “Ada indikasi politik identitas akan dipakai sebagai serangan terhadap parpol atau kepentingan politik tertentu. Politik identitas dieksploitasi dan dikapitalisasi oleh elit seperti konsultan politik, anggota parpol, tim sukses, elit ormas dengan bentuk penyebaran isu, hoax dan politik identitas. Ini menjadi perhatian bersama untuk dicegah,” katanya seraya menghimbau masyarakat untuk menolak politisasi isu SARA.
Di akhir paparannya, Abdul menghimbau semua elemen bangsa untuk mengedepankan Bhineka Tunggal Ika dalam proses demokrasi 2024 mendatang. "Kami berharap masyarakat bisa merayakan perbedaan dan menjadikannya suatu potensi dalam pembangunan demokrasi. Media sosial harus kita anggap pemersatu dalam hal yang positif," tukasnya.
Hal senada disampaikan Ketua Tim Sarjana Penggerak PW ISARAH Sumut, M Mulyadi Koto SH. Menurutnya, menjelang pemilihan umum pada 2024 mendatang, upaya politik mulai banyak dilakukan. Namun, yang perlu dipertahankan adalah persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia. Jangan sampai keharmonisan masyarakat, dinodai dengan oknum-oknum yang menggunakan politik identitas. “Dan perlu kita antisipasi juga, kita nggak perlu ke politik identitas karena dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa,” katanya.
Bagi Mulyadi, ada perbedaan perilaku para elit politik di depan dan belakang layar. Banyak masyarakat yang masih tertipu dengan lakon peran yang dimainkan para aktor politik, yang sejatinya telah dirancang dan dibingkai sedemikian rupa demi membelah opini publik. “Ekploitasi dan manipulasi identitas simbolik ini juga sering dijadikan metode dan siasat para aktor politik untuk mendulang suara demi mencapai tujuan. Politik identitas juga cara untuk mencapai tujuan, namun sangat rentan memicu perpecahan hingga merusak tatanan kesatuan dan persatuan bangsa,” sebutnya.
Mulyadi pun mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terjebak dengan simbolisme yang dimainkan para aktor politik. Menurutnya, artibut identitas dalam berpolitik dapat menjadi bola api yang akan menghanguskan asas-asas keadilan dan kesetaraan di masyarakat. “Jangan terjebak dengan hal berbau identitas, sebab narasi politik yang benar bukan narasi kebencian atau membentuk polarisasi,” tegasnya. (Red)