Notification

×
Copyright © Best Viral Premium Blogger Templates

Iklan

Menko Prof Yusril : Presidential Threshold Sejatinya Memang Tidak Ada & Tidak Mungkin Akan Ada

Rabu, 08 Januari 2025, Januari 08, 2025 WIB Last Updated 2025-01-08T14:51:46Z

WasantaraOnline.com, Medan - Dari sudut pandang akademik,sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu. jika memakai tafsir tematik dan sistematik ada rekayasa konstitusional di balik lahirnya ambas batas Presidential Threshold di Pemilihan Presiden (Pilpres).


“Setelah 32 kali diuji, baru pada pengujian yang ke 33, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkannya melalui Putusan MK No 62/PUU-XII/2024 tanggal 2 Januari 2025 yang lalu justru mengubah pendirian MK selama ini.


Hal ini disampaikan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Prof. Yusril Ihza Mahendra saat orasi ilmiah di kampus Universitas Islama Sumatera Utara (UISU) Medan. 


Yusril Ihza Mahendra yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan itu mengungkapkan, perubahan terhadap Pasal 222 UU No. 17 Tahun 2017 tentang presidential threshold yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam UU Pemilu akan dilakukan dengan mendengarkan masukan dari semua pihak.


“Pemerintah masih melakukan konsolidasi internal terkait hal ini,” katanya saat menyampaikan orasi ilmiah dalam acara Dies Natalis Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), di Medan, Selasa 7 Januari 2025.


Menurut Menko Yusril Ihza dari sudut pandang akademik, jika menggunakan tafsir tematik dan sistematik dengan cara menghubungkan pasal-pasal pemilu, dalam Pasal 22E UUD 45 dan pasal pengaturan tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A menyatakan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu “sebelum dilaksanakannya pemilihan umum” (anggota DPR dan DPRD) sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 45, maka presidential threshold sejatinya memang tidak ada dan tidak mungkin akan ada.


Lanjut dia, tetapi, disitulah ada rekayasa konstitusional yang dilakukan pembentuk undang-undang untuk membatasi capres-cawapres sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu.


“Rekayasa sebelumnya itu sebelumnya dibenarkan MK dengan alasan untuk “memperkuat sistem presidensial,” lanjutnya.


Namun Putusan MK No 62/PUU-XII/2024 tanggal 2 Januari 2025 yang lalu justru mengubah pendirian MK selama ini.

“Setelah 32 kali diuji, baru pada pengujian yang ke 33, MK mengabulkannya,” sambung dia.


Jadi ada “qaul qadim” atau pendapat lama dan “qaul jadid” atau pendapat baru di MK, kata Menko Yusril mengutip istilah yang digunakan dalam hukum fikih Islam.

 

Atas pembatalan Presidential Threshold (PT) oleh MK, Menko Yusril menyatakan, pemerintah menghormati putusan yang menyatakan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden bertentangan dengan UUD 1945.


Apapun putusan yang diambil mahkamah, pemerintah akan patuh pada Mahkamah Konstitusi karena semua tahu putusan MK adalah final dan binding dan tidak ada upaya hukum apa pun yang dapat dilakukan.


Kekinian, menteri-menteri terkait masih melakukan konsolidasi dan membahas bagaimana perubahan terhadap pasal terkait presidential threshold akan dilaksanakan.


Pihaknya berkeyakinan tentu akan ada perubahan terhadap Pasal 222 UU Pemilu dan ini bisa muncul sebagai inisiatif dari pemerintah, bisa juga muncul dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).


Baik pemerintah dan DPR tentu akan mendengar semua masukan dan pertimbangan yang disampaikan semua pihak dan pemangku kepentingan yang ada. 


Termasuk dari partai politik peserta pemilu dan partai politik non peserta pemilu, para akademisi, hingga tokoh-tokoh masyarakat.


Bagaimana sebaiknya merumuskan satu norma baru pengganti pasal 222 UU Pemilu dengan rumusan-rumusan yang sesuai perkembangan zaman ke depan dan pula sesuai dengan lima rekayasa konstitusional atau “constitutional engineering” dalam pertimbangan hukum putusan MK.


Setiap keinginan untuk kembali menghidupkan presidential threshold setelah adanya putusan MK, kata dia, bisa-bisa saja disahkan oleh DPR. 


Namun, Yusril Ihza meyakini jika pembatasan itu kembali muncul, maka MK akan membatalkannya.


Karenanya, jika ada pihak yang kembali mengajukan pengujian kepada MK, ia dapat membayangkan atau meramalkan bahwa kemungkinan besar MK akan membatalkan kembali norma UU yang mengandung presidential threshold tersebut.

Komentar

Tampilkan

  • Menko Prof Yusril : Presidential Threshold Sejatinya Memang Tidak Ada & Tidak Mungkin Akan Ada
  • 0

Terkini

Topik Populer