
JAKARTA, wasantaraonline.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang dan aset senilai Rp 33,3 miliar dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. Penyitaan dilakukan usai penggeledahan di tujuh lokasi di Jakarta dan sekitarnya.
“Dari penggeledahan ini, KPK mengamankan dan menyita barang bukti yang diduga punya keterkaitan secara langsung dengan perkara tersebut,” ujar Budi dalam keterangan tertulis, Kamis (3/7/2025).
Kerugian Negara Capai Rp 700 Miliar
Proyek pengadaan EDC BRI menelan anggaran jumbo Rp 2,1 triliun. Namun, sekitar Rp 700 miliar di antaranya diduga menguap sebagai kerugian negara. Budi mengungkap adanya rekayasa harga melalui perantara atau skema pengondisian yang menyebabkan harga pembelian EDC jauh di atas nilai wajar.
“Nilai wajarnya sekian, tapi dilakukan pengondisian melalui perantara atau modus lainnya, sehingga harga perolehannya menjadi lebih tinggi dari seharusnya,” jelasnya.
13 Orang Dicekal, Termasuk Eks Pejabat BRI
KPK telah mencegah 13 orang ke luar negeri guna kepentingan penyidikan. Di antaranya adalah Indra Utoyo (IU), Direktur Allo Bank yang sebelumnya menjabat Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI, serta Catur Budi Harto (CBH), eks Wakil Direktur Utama BRI.
Inisial lainnya yang dicekal antara lain: DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, ELV, NI, RSK, dan SRD.
BRI Klaim Operasional Aman, Dukung Penegakan Hukum
Direktur Utama BRI Hery Gunardi memastikan operasional bank tetap berjalan normal meski kasus ini bergulir. Pihaknya juga mendukung penuh langkah hukum KPK.
“Sebagai bank BUMN, kami menghormati proses hukum dan siap bekerja sama dengan KPK. Kami akan terus menjaga kegiatan operasional sesuai prinsip good corporate governance (GCG),” katanya, Selasa (1/7/2025).
Hery menambahkan, BRI akan fokus memperkuat aspek bisnis, tata kelola, manajemen risiko, dan transformasi digital menuju visi BRIvolution 3.0 untuk menjadi mitra keuangan terpercaya hingga 2029.